Minggu, 13 Desember 2009

40 % Hubungan Seks Remaja Pertamakali di Rumah

Survey menunjukkan, remaja di 4 kota besar Indonesia melakukan hubungan seks pertamakalinya di rumah. Jika 72 persen remaja pria merasa senang setelah melakukan hubungan seks, 47 persen remaja wanita menyesal.

Hasil survey tersebut disampaikan DKT Indonesia dalam breakfeast meeting yang digelar di Hotel Le Meridien Jakarta. Survey yang dijalankan oleh Synovate itu mengambil sampel remaja dari Bandung, Jakarta, Medan, dan Surabaya. Penelitian ini dilakukan terhadap 474 remaja berusia 15-24 tahun dengan persentasi 50 persen aktif secara seksual dan 50 persen lagi tidak. Itu artinya sebanyak 50 persen orang mengaku sudah pernah menjalani hubungan seksual pranikah sedangkan sisanya mengaku belum pernah.


Metode survei ini adalah wawancara secara langsung kepada responden. Nah yang perlu diperhatikan, 40 persen dari remaja ini melakukan hubungan seks untuk pertamakalinya di rumah masing-masing atau di rumah pasangannya. Ini artinya kesibukan orang tua sangat berpengaruh, ataukah orang tua kini semakin permisif?
Setelah terjadi hubungan seks, 72 persen pria merasa bahagia. Sedangkan sang wanita 47 persen menyesal karena merasa terbujuk, takut dosa, maupun takut hamil.
Tidak banyak perubahan dari hasil-hasil survey serupa yang pernah digelar sebelumnya. Informasi seks tetap paling banyak didapat dari teman sebaya serta sumber lain yang juga dianggap terpercaya seperti film porno (35 persen).

Tentang pencegahan dan keamanan, dalam survey ini terlihat para remaja sudah paham akan manfaat dam kegunaan kondom serta mengetahui tentang berbagai penyakit menular seksual. Namun penggunaan kondom di kalangan remaja masih belum populer karena hubungan seks sering terjadi diluar rencana. Menurut penelitian ini juga, pengetahuan akan kondom tak mendorong mereka untuk melakukan kegiatan seks secara aktif. Lalu apa? Dikatakan pengaruh lingkungan dan minimnya informasi bisa menjadi penyebab.

Pada masa pertumbuhan, remaja sangat tertarik akan hal yang berbau seksual karena hal psikologis dan biologis. Kemana harus bertanya? Seperti telah dikatakan, teman adalah andalan utama. Minimnya informasi yang akurat itu membuat banyak yang mencoba learning by doing. Setelah pertamakali mencoba ternyata sulit untuk menghentikannya kembali.

Masa remaja juga sangat identik dengan krisis kepercayaan diri. Merasa tak ada yang dibanggakan, remaja mencari berbagai cara untuk tetap eksis di pergaulan. Artinya segela tuntutan pergaulan pastinya akan dituruti baik itu seks, mabuk-mabukan, dugem, sampai menghisap ganja. Dengan adanya pengakuan dari peer group, setidaknya remaja mendapat satu poin kepercayaan diri. Apalagi jika di rumah orang tua kurang terbuka dan perhatian, teman bisa menjadi pelarian yang paling mudah.

Bicara tentang perilaku seks, banyak hal yang memengaruhi curiousity remaja tentang hal ini. Kultur timur yang ada di bangsa Indonesia membuat banyak orang tua merasa tabu membicarakan seks dengan sang anak. Jadilah yang tadi itu, anak belajar dari pengalamannya sendiri dan sumber lain yang tidak terlalu bisa dipercaya seperti teman atau pacar mereka sendiri.

Kampanye yang dilakukan belakangan ini lebih banyak menekankan pada proses instan yaitu perubahan perilaku. Dengan jurus yang tepat perilaku memang bisa diubah dalam sekejap. Tapi apakah bisa bertahan lama itu masih perlu dipertanyakan.

Selain perubahan perilaku sebagai salah satu cara harm reduction, perubahan sifat atau karakter juga sangat penting. Remaja diharapkan tidak hanya sekedar tahu kalau hubungan seksual yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit, tapi juga dituntut untuk menumbuhkan kesadaran akan gaya hidup yang sehat. Jika remaja sudah paham dan memiliki kontrol diri dan lingkungan maka keputusan yang bijaksana pastinya nggak sulit diambil. Apalagi dalam penelitian ini juga dikatakan, kesadaran remaja untuk tetap melakukan seks setelah menikah juga masih cukup besar (68 persen).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar